Sabtu, 19 Oktober 2013

Bersamamu ku gantungkan mimpiku



Malam sudah sangat larut,semilir angin diluar sana pun telah memainkan senandung tidur,agar mata mata yang lelah seharian terlelap di peristirahatannya.Hingga kota ini sunyi seperti kota tanpa penghuni.Tapi kenapa tidak denganku?Dua kelereng hitam ini masih saja bergelinding kesana kemari padahal sedikitpun aku tak menjentiknya.Telah aku coba memejamkannya tapi tetap tak bisa,kelopak mataku seolah ada benda kecil yang menahan agar dia tetap kembali terbuka.
Kegelisahan inilah yang mengatur otakku,untuk tidak mengirim pesan istirahat ke mataku.Kegelisahan ini juga menghentakkan hati ku menjadi sebuah pemikiran hinggaku  di hinggapi insomnia akut malam ini.Duduk,berdiri telah ku lakukan sekian kali tapi tetap tak menenangkanku.Mataku mencari apa saja yang bisa membawaku ke alam bawah sadarku.Hingga akhirnya mata ku berhenti tepat pada sebuah tulisan di atas tempat tidur. Bermimpilah! Maka Allah akan memeluk mimpi-mimpimu. Bukankah Dia mengisyaratkan dalam firman-Nya: "berdo'alah, maka Aku akan mengabulkannya"
Ku pandangi lagi,ku baca satu persatu kata.Tepat dibawah kata tersebut tertata rapi tulisan tentang mimpi mimpiku,yang di tulis berurutan nomor.Ada coretan merah pada beberapa nomor,itu pertanda bahwa mimpi itu telah terjadi,terus ku baca dan tepat di nomor 33 air mata ku berlinang.Bukan karena angka itu ganjil atau angka itu aneh tapi karena di sana tertulis sebuah mimpi besarku                 
33. Melanjutkan Kuliah Di Universitas Negeri di Solo dengan beasiswa.
Kenapa harus di Solo Yan?” Tanya Kakak yang tiba tiba bangun dan mengagetkan ku.
“Uni kan tahu sejak kecil Yanti suka sekali mendengar kata Solo,kotanya indah,asri,ramai tapi ramah indak seperti kota gadang lainnyo” Kuceritakan semua kekagumanku akan kota itu.
“Itu kan yang kamu dengar sajo Yan,sedangkan kau indak pernah ke sana” Uni Venti seolah menyindirku.
“Benar Uni,tapi ambo suko bana samo kota itu.Indah,bagus dan asri.Nanti akan Yanti buktikan samo uni” Jelasku lagi
“Tapi apa kamu tidak tahu adat desa kito Yan?Anak gadisnyo indak boleh menuntut ilmu terlalu jauh dari desanyo.Karena bagi mereka.Makonyo uni kuliah hanyo di sekitar Sumbar sajo.Sedangkan begini sudah salah juo bagi orang orang itu.Perempuan tugasnya hanya didapur sajo kato mereka.Lihatlah,Upik,Dewi,Puti,Nilam dan Hani teman SD kau dahulu.Sekarang mereka telah sibuk mengurus anak dan suaminya.Tamat SMP pun indak mereka itu.” Uni Venti mulai bercerita padaku.
“Akh tapi Yanti ingin melanjutkan kuliah,perempuan itu harus mendapat ilmu dan pendidikan yang samo dengan laki laki agar hidup perempuan itu indak di injak injak kaum laki laki ni.”Kata ku bak kata seorang ibu kartini,emansipasi.
Ya benar,emansipasi di butuhkan di desa ku ini.Karena di desa ku perempuan di larang mendapat pendidikan yang tinggi.Melanggar adat namanya jika membiarkan anak gadis di desa itu pergi keluar kota apalagi keluar provinsi Sumbar.Hanya kakak dan aku saja anak gadis di sini yang melanjutkan ke bangku Universitas,kakak sudah semester akhir di salah satu Universitas Negeri di sini.Dan aku sebentar lagi akan mengecap bangku kuliah juga.
“Tapi apo kamu sudah yakin,Yan?”Katanya lagi.
“Iyo,biar sajo lah kata mereka.Yang penting aku bisa mendapat ilmu,agar bisa seperti perempuan perempuan di kota kota lain Uni.Alasan mereka melarang anak gadisnyo keluar kota agar terhindar dari pergaulan yang menyesatkan seperti saat sekarang ini.Itu memang baik Uni,tapi jika hal tersebut ikut mematikan ilmu di kalangan perempuan tentu salah.Agama kito sajo menyuruh untuk menuntut ilmu,bahkan Hadist Nabi saja Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina.Jadi indak ado salahnyo kan?”Jelasku lugas,membuat Uni Venti terdiam.
“Iyo.Semoga mimpi kamu itu terwujud Yan.Sudahlah ayo kito tidur.Sudah malam,besok kau harus kemas kemas barang dan uni juga kuliah.Yang penting sekarang kito belajar sajo yang rajin dan kau hati hati di rantau orang”Kata Uni Venti sebelum ia beranjak untuk tidur.
“Ini semua karena seseorang yang telah membangun motivasi yang kuat dalam diri ku ni” Gumamku pelan.
Memoriku kembali berputar setahun yang lalu
☼☼☼
“Kamu nak lanjut kuliah kamano Van?”Ujarku saat melihat Yovan sibuk mengerjakan soal UN tahun lalu di rumahku sore itu.
“Aku mau lanjut ke ITB,Yan seperti bapak Habibie.Nanti setelah itu aku mau kerja dan kuliah lanjut di luar negeri.” Ucap Yovan optimis tanpa memandangku.Kemudian ia sibuk lagi dengan soal di tangannya.
“Apa kau indak takut misalnya kalau di larang abak samo amak kau?Kan di keluarga kau lah anak laki laki bungsu.Yang nantinya akan mengurus ladang dan ternak orang tua kau?” Tanya ku semakin ingin tahu.
“Ndak Yan,bukankah guru kito bilang pendidikan itu untuk semua golongan dan seperti Hadist Nabi Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina?.Nah jadi untuk apo aku takut.Lagian aku ni anak laki laki minang.Urang bujang minang indak boleh duduk duduk sajo di rumah.Tapi hendaknya merantau ke negeri orang,agar bisa mambangkik batang tarandam,manghapus arang di kaniang.” Lagi lagi ucapan Yovan penuh optimis,itu terlihat dari otot wajah dan tangannya menegang bak memberi semangat,sosok mata yang tajam dan ada sedikit guratan senyum halus di wajahnya juga membuktikan ia siap.Dan ia kemudian hanyut lagi dalam soal soal itu.
“Ternyata mimpimu lebih indah dari aku Van”Ucapku pelan agar kekagumanku padanya tak terlihat.
Sejak hari itu aku suka dengan kata kata motivasi yang di ucapkannya,entahlah dia dapat darimana semua kata kata itu.Albert Enstein,Bejamin Franklin,Barac,Mario Teguh, Andrie Wongso,alm Uje,orang besar lainnya yang aku lupa namanya dan tak ketinggalan kata kata Bapak Penjaga Sekolah kami di jadikannya sebagai kereta pendorong saat ia kesusahan mendaki lembah lembah yang sulit.
“Tulislah mimpimu nak,maka allah akan memeluk mimpimu.Bukankah Allah telah berfirman
"berdo'alah, maka Aku akan mengabulkannya"Jangan sampai kau menyesal nantinyo”
Begitu lah gayanya siang itu sepulang sekolah saat menirukan kata kata Pak Jon,penjaga sekolah kami.
“Kau lucu Van,sungguh pandai kau menirukan Pak Jon tapi sayang kau terlalu jangkung untuk di samakan samo Pak Jon” Ledekku sambil tertawa cekikikan membayangkan wajah pak Jon di adaptasi Yovan.Sungguh menggelikan,Yovan yang jangkung,berhidung mancung,berpotongan rambut cepak dan berkulit lumayan putih untuk ukuran laki laki pada umumnya di adaptasikan dengan Pak Jon yang bertubuh bantet,hitam manis dan berambut gondrong.Hm..kolaborasi yang aneh.Aku tertawa lepas memikirkannya.
“Hush..kau ini anak gadis Yan,indak boleh galak begitu.Indak baik pandangan orang” Ujarnya memandangku tajam.Dan membuat tawaku jadi tertahan.
“Maaf,habisnyo lucu sajo kalo membayang kalau kau jadi Pak Jon”Jawabku sambil tersenyum simpul.
“Kau ini ado ado sajo,Yanti.
Kau tahu ndak?Aku sangat terkesima sekali mendengarkan nasehat Pak Jon tadi.” Katanya mulai dengan semangat yang seolah melebihi panas matahari saat ini.
“Tentang mimpi mimpi itu?Akh percaya sajo kau,.Hanya dengan menulis mimpi mimpi itu menurut kau bisa terwujud?”Sanggahku karena mustahil bagiku menulis impian dan nanti akan terwujud.
“Jika kita menulis mimpi mimpi kita dan menempelkannya pada tempat yang mudah terlihat tentu akan menjadi penyemangat kita untuk meraihnya.Karena Allah saja menyuruh kita untuk melakukan yang terbaik dan jangan jadi remaja islam yang pemalas. Orang sukses punya semangat seganas gelombang lautan & tekad sekeras baja. Sebelum sukses tidak akan mundur! ~ Andrie Wongso”Jawaban Yovan membawa semangat baru untukku.
Aku masih saja tertegun menyaksikan sendiri semangat yang membakar dirinya.
“Ayo kita tulis impian kita!”Teriaknya optimis dan mulai berjalan ke atas bukit di samping rumahku. Ku ikuti saja langkahnya.
“Hal gila apalagi yang akan dilakukannya”Gumamku dalam hati.
 “Yan..ayo cepat”Ujarnya saat langkahku mulai kendor mendaki bukit yang cukup tinggi
“Iya,,”Jawabku dengan tarikan nafas cepat.
“Ini pena,ini kertas..Ayo ambil,Tulislah impianmu”Kata Yovan sesaat sampai di puncak bukit itu.
“Akh kau punyo berapo nyawa?Atau kau mau membunuhku..Aku ingin berhenti sejenak.Penat sekali aku.Belum sempat aku istirahat sudah kau suguhkan dengan imajinasimu”Ku buang pena dan kertas yang di beri.Ini benar benar menjengkelkan.
Belum lepas penatku,belum beraturan nafasku.Sudah di suruhnya ikut ide gila itu.Untuk mengikutinya naik ke bukit ini sudah lebih bagus,daripada membiarkan dia naik sendiri.Tapi sekarang malah dia menyuruhku untuk menulis hal yang mustahil itu.
“Maaf Yan.Aku bukan bermaksud begitu,tidak kau lihat matahari sudah mulai redup, mendung sudah terlihat.Takutnya kita kehujanan di sini.Apa kata orang nanti.” Yovan mencoba menenangkanku.
“Ya sudah,kau istirahatlah dulu.Aku sajo yang menulis dahulu” Ucapnya memungut kertas dan pena yang ku buang itu.Tangannya mulai asyik mencoret kertas itu,memadupadakan  huruf demi huruf yang di rangkainya menjadi kata bahkan kalimat.
“Desa kita indah ya Van kalo di lihat dari sini.Baru kali ini aku kesini” Ucapku padanya yang tengah berkutat pada mimpi mimpinya.
“Iyo,aku kalau lagi bosan menghabiskan waktu di sini

“Sudah selesai”Ucapnya sesaat kemudian.
Ku pandangi kertas putih tadi sudah penuh dengan coretan gilanya,entahlah itu apa.Di berikannya padaku.Mulai ku baca satu per satu,banyak mimpi yang ku temukan di sana.Kuliah di ITB jurusan pertambangan,mimpi dan tinggi mimpi itu menurutku.
“Yakinkah kau akan mimpi kau ini?” Tanyaku ragu akan hal ini.

Cinta yang tenggelam

Sore yang sejuk dengan angin semilir dan sisa-sisa sinar mentari yang terpantul dari beningnya air sungai memancar lembut lewat ventilasi jendelaku dan pintu yang sedikit terkuak.Burung pun pulang ke sarangnya,menciptakan frakski fraksi beraneka bentuk lalu menukik ke bawah hinggap pada pohon pohon hijau besar nan menjulang di hulu sungai.Benar benar menenangkan pikiranku.Lalu ku arahkan sudut mata ke hulu sungai itu terlihat dua sejoli sedang bermain gemiricik air sungai ,berlari di atas bebatuan sungai dan bercanda,tertawa tanpa beban.Mata mereka memancarkan butir asrama yang tengah dipadu.Wajah laki laki itu sepertinya aku kenal,perempuan cantik yang tengah bahagia itu rasanya aku juga tahu,Sungguh membuatku terlupa akan kehidupan,terus ku pandangi indahnya cengkerama mereka.Tapi dua helai anak rambutku terjatuh tertiup angin semilir tepat di depan mataku,menghalangi pandanganku.
“Huft”Ku tiup satu dua helai anak rambut ini.Menjengkelkan.Ku tiup lagi tapi tetap saja dua helai anak rambut itu tak beranjak dari tempatnya,sungguh menggangguku.Harus aku apakan lagi,ku pegang anak rambut itu,mungkin lebih baik aku hilangkan ia dari pandanganku.Sudah aku tarik kuat kuat tapi tidak juga ia hilang.Ku ambil lebih banyak rambut lagi,ku pikir akan lebih mudah menghilangkan rambut sialan ini dari wajahku.
“Sin...sudah,hentikan..apa yang kau lakukan.Kenapa kau renggut rambut kau?” Suara ibu mengagetkanku.Tapi hanya untuk beberapa menit,karena rambut itu justru semakin menganggu wajahku.
“Ibu bilang hentikan”Ibu membentakku.Memegang tanganku untuk menjauh dari rambut pengganggu itu.
“Nn,..n..dd..aa..kk..”Aku memberontak,.ku arahkan tinjuku keseluruh penjuru,saat ibu berusaha memeluk dan menenangkanku.
“Ibu,gangggu..”Teriakku sambil mendorong ibu dengan sekuat tenanga untuk menjauh dariku. Tubuh ibu yang kurus mudah saja bagiku membuat ibu terpental ke sudut kamar.
“Nak..mal..ang sekali nasibmu.” Oceh ibu dengan suara bergetar,tapi entahlah itu getaran rasa bersalah,takut atau getaran sedih ibu yang selalu di sambut dengan air mata yang setiap hari aku temukan di mata ibu,.Tapi aku tak mengerti kenapa ibu selalu menangis.
“Nak.,yang sabar..”Tambah ibu.
Sabar?Malang?Entahlah apa maksud omongan ibu,ini benar benar memuakkanku.Tidak bu,aku bukan seorang anakmu yang malang,jadi untuk apa aku bersabar.Aku bosan jika ibu di sini,membuat aku tak bisa melakukan sesukaku,di tambah lagi dengan ocehan ibu yang ku tak tahu maksudnya.
“Pergi...”Ku usir saja ibu dari kamarku.Ku dorong tubuh renta ibu untuk keluar.
Srrrrrr,bunyi denyitan pintu yang  ku banting dengan keras.Bunyi yang sangat lucu membuatku tertawa lepas kegirangan.Aku masih saja tertawa dengan lepas sambil mengedarkan pandangan di sekitar kamarku.Yaa ini kamar baru yang ku tempati sejak 3 bulan yang lalu,semuanya dari bambu.Bentuknya kotak persegi,hanya ada satu ventilasi.Tapi sudah cukup nyaman menurutku.
Dua sejoli tadi?Okh..aku hampir saja melupakan mereka.Cepat cepat aku bangkit dari kasur buntut ini.Tapi aku sudah tak melihatnya.Kemana mereka?Kemana?Hatiku bertanya tanya saat mataku mencari cari dua sejoli itu dari jendela kamarku.
Ku genggam lebih erat lagi bilah bilah bambu yang menjadi jeruji jendela kamarku,ku tukik sedikit badanku agar terlihat jelas,rambutku terurai tertiup angin,kemudian dua kelereng hitam ini sengaja ku gelindingkan kesana kemari mencari dimanakah dua sejoli tadi.Namun naas,aku belum menemukan mereka.Aku yakin mereka sedang bersembunyi.

Matahari sudah beranjak keperaduannya.Sesekali terdengar suara jangkrik dan gesekan daun daun bambu yang di tiup angin malam dari hulu sungai itu.Tapi aku belum juga menangkap bayangan dua sejoli tadi,padahal sudah semalam ini aku tetap berdiri di sudut jendelaku.Takkan ku beranjak dari sini,karena ku tak ingin melewatkan sedetik waktu pun,takut kalau saja mereka datang dan memadu cintanya dengan tawa,canda tapi aku tak melihatnya.
“Sedang apa kau nak?”Tanya ibu yang tiba tiba masuk ke kamarku tanpa menimbulkan kegaduhan.
“Ini ibu bawakan makanan kesukaanmu Sin,ayam rendang,gulai daun singkong serta kerupuk udang Sin.”Tambah ibu sambil meletakkan sepiring nasi yang penuh lauk itu di meja kecil kamarku.Ku pandangi ibu beberapa saat,dengan tatapan kosong tanpa arti.Tapi tak lama,setelah itu ku lemparkan lagi pandangan keluar dari jendela bambu ini menerobos semak semak belukar nan gelap,mengikuti gemiricik air mengalir yang membiaskan cahaya lampu kamarku.
“Ayo makan nak,sudah sehari ini kau tidak mau makan.Nanti perutmu sakit Nak”Kata ibu mulai menyuapkanku,ku kunyah pelan pelan dan ku telan tanpa nafsu.
Aku tidak lapar bu,aku hanya rindu.Aku tak butuh makanan ini tapi yang aku butuhkan hanya dia.Hatiku bergumam.Tapi tak ku ungkapkan pada ibu,wajah rentanya membuatku sedikit sedih.Karena cuma ibu yang memperhatikanku,yang memandikanku,yang menyuapkanku makan seperti saat ini.Berbeda dengan kedua kakakku,sudah pada bekerja tapi tak mempedulikanku.
“Bu,Sinta melihat Uda Yon bermain air dengan seorang perempuan di sana.Perempuannya cantik, mirip fhoto itu bu”Ceracauku pada ibu saat aku kembali mengingat wajah wajah dua sejoli tadi,ya Uda Yon,kekasihku.Aku mulai sadar itu wajahnya,sedangkan wanita itu persis seperti wanita yang fhotonya terpajang didinding kamarku.
“Itu kau nak,itu kau.Lihatlah betapa cantiknya kau,mirip dengan fhoto itu”Jelas ibu sambil memegang pipiku.Lalu ibu keluar dan kembali lagi dengan membawa sebuah kaca bundar.Aku?akh yang benar saja.
“Lihatlah wajah kau di cermin ini nak..betapa cantiknya kau.Persis seperti perempuan di fhoto itu.”Kata ibu dan memberikan cermin itu padaku yang masih mematung di depan jendela kamarku.
“Cantik,,,ahhahaaa,,,ahhahaa..aku cantik...persis seperti perempuan itu.”Sorakku gembira saat memandang pantulan wajah di cermin itu.
Tawa ku tertahan sejurus kemudian, aku pun mulai kebigungan.Walaupun mirip tapi ada beberapa perbedaan antara wajah yang di pantulkan dari cermin itu dengan wajah di fhoto itu.Ku pandangi lagi fhoto dan wajah di cermin itu.Terlihat perempuan di fhoto itu tersenyum tipis memperlihatkan giginya yang putih,rambutnya terurai rapi dan mukanya putih mulus,matanya bak boneka,bulat.Tapi berbeda dengan wajah yang di pantulkan cermin ini,saat wajah di cermin itu tersenyum,terlihat barisan giginya yang menguning,rambutnya pun sudah amburadul,tak terurai indah,wajahnya memang masih mulus tapi sedikit kusam dan ada kantung mata hitam besar yang bergelayutan di kedua matanya.
“Ini bukan aku,bukan aku Bu..”Aku histeris
“Perhatikan baik baik nak”Ucap ibu sambil membelai rambutku.
Aku masih saja sibuk memperhatikan bayangan di cermin itu,aku benar benar ragu entah wanita tadi aku atau Uda Yon sudah punya dambaan lain?Tidak,Uda Yon tidak mungkin meninggalkanku untuk wanita lain.Banyak pertanyaan dan pergejolakkan di hatiku.Uda Yon itu tunanganku,aku masih ingat saat setahun yang lalu dia selalu ada untukku,bercanda,tertawa di hulu sungai samping rumahku.Benar benar saat saat yang menyenangkan bagiku.Aku hanya tersenyum mengingatnya.
“Nak,sudahlah.Yono itu sudah meninggalkanmu untuk wanita lain.Benar benar lelaki brengsek.Kemaren sore ibu bertemu dengan uninya,dan uninya bilang Yono sudah punya anak sekarang,Istrinya baru melahirkan”Kata ibu menghancurkan senyumku.
“Tidak,,”Aku berteriak dan menjauhi ibu.
Hatiku memberontak.Ku tatap ibu dengan penuh kebencian.Benar benar ibu hanya mengada ada.Meninggalkanku?Okh sangat tidak mungkin.Dia sangat mencintaiku,tidak mungkin dia akan meninggalkanku,apalagi untuk wanita lain bu.Uda Yon ingin mencari uang ke kota untuk melamarku.Itu yang di katakannya setahun yang lalu dan aku percaya itu,bu.Jangan katakan kalau ibu tidak tahu.Uda Yon mencari pekerjaan ke kota dan suatu hari ia akan kembali untuk melamarku.Dan membuat aku benar benar muak dengan ibu yang selalu menyalahkan Uda Yon..tidak...dia hanya mencari kerja.
“Sintaaa....Sintaa...”Tiba tiba terdengar suara syahdu yang aku rindu memanggil lembut namaku.Suaranya terdengar lirih,.Ku dengarkan lagi,sekali lagi..Suara itu terus terusan memanggil namaku.Sepertinya orang yang punya suara itu sedang membutuhkanku.Suaranya di hulu sungai itu.
“Da Yon...aku merindukanmu” Ku berlari keluar dari kotak persegi ini,aku melepaskan diri dari bilik bambu ini untuk mengejar dia yang telah aku tunggu.Ku susuri malam pekat,semak belukar serta batu apung yang berlumut untuk sampai ke sumber suara itu.Tapi yang aku temui disana hanya gelap,tak terlihat rupa Da Yon.
“Da Yon..dimana kau??”Ku panggil namanya..tapi tak ku temukan jawaban.
“Da Yon?”
“Sintaa...sintaaa”Suara itu kembali terdengar,ku dengarkan baik baik.
Sintaaaa....”terdengar lagi,sumbernya dari dasar sungai ini..Suara itu terus terusan memanggil nama ku,.
“Da Yon,di sanakah kau??”Namun tak ada jawaban dari suara itu.Suara itu masih saja memanggil namaku.
“Apa yang kau lakukan didalam sungai ini Da Yon?Apa kau ingin memberikan kejutan padaku,dengan kau bersembunyi di dasar sungai tengah malam begini lalu memanggil namaku,agar aku masuk kedalam sungai ini.Kemudian kau akan membawa ku berenang bersamamu.Sungguh ini kejutan yang indah.Baiklah aku akan masuk kedalam sungai ini.Tunggu aku Uda.”Pelan pelan ku mulai turun dari keadaan gelisah di daratan ini,masuk kedalam kumpulan air sungai ini.Hawa dingin mulai merasuki saat air membasahi tubuhku,perlahan lahan air itu menarik ku kedalam dan jauh kedalam dasar sungai ini.Tubuh ku melayang di pusaran air yang terus memperdengarkan suara yang memanggil namaku.Gelap dan semakin gelap..pengap,sesak dan aku tak mampu bernafas dengan sempurna.Samar samar suara itu menghilang terganti oleh suara Ibu yang memanggil nama ku dengan tersedu.Aku ingin keluar,ingin bebas dari pusaran air ini.Aku menggapai,melambaikan tangan,mendorong tubuh untuk melawan arusnya.Dan di saat itu tubuhku melemah,tenagaku habis diantara gelapnya malam di pusaran.Saat itu pun kepalaku terasa tercengkram,dan semua menjadi gelap dan benar benar senyap.        

Jumat, 18 Oktober 2013





Hujan adalah rahmat dan rizki bagi semua umat yang di anugerahkan Sang Pencipta,.Hujan pun seperti sebuah cahaya harapan kehidupan saat tanah tampak kering dan berdebu,saat tanaman pak tani itu kurus dan tak berdaun..

Tapi itu bagi mereka,mungkin juga bagimu.Namun tidak bagiku,,sekali lagi tidak.Aku benci HUJAN ,tapi bukan karena aku membenci Sang Penciptanya,ada hal yang akan kuceritakan

Hujan adalah saat paling buruk.Tetesan yang turun bagaikan anak panah di lepas sembarangan dari busurnya sehingga menusuk hati dan pikiran hingga berjalan tanpa arah,ritme ritme hujan yang terdengar seolah menyanjungkan ejek ejekan untukku,.

“Aku benci HUJAN” teriakku saat memandang langit mendung di sore ini.Aku muak dengan hujan,semua tentang hujan aku benci,dengan dentuman petirnya yang seolah akan membunuhku,,dengan kilatan yang muncul menyilaukan mataku,merusak kosentrasiku..Aku Muak.

karena saat Hujan nyawa adikku terenggut